Sunday, June 30, 2013

Crying 100 Times

Judul: 100 Kai Naku Koto (Crying 100 Times)
Pengarang: Kou NAKAMURA
Penerjemah: Khairun Nisak
Penerbit: Penerbit Haru
Tahun Terbit: 2013
Jumlah Halaman: 250
Harga: Rp 49.000
Rating: ★


Cerita diawali oleh kisah seekor anjing yang mengidap penyakit cukup serius. Saat itu Fujii sedang menerima telepon dari ibunya yang mengabarkan bahwa kondisi si anjing memburuk. Fujii yang tinggal di luar kota berjanji akhir minggu itu akan pulang. Dia pun mengingat-ingat awal mula dia bertemu si anjing di depan perpustakaan. Ceritanya bersama si anjing sangat menyentuh dan membuat saya terharu (maklum saya juga pecinta binatang). Saya pun mengira bahwa kisah ini akan terus berlanjut dengan kisah-kisah lain tentang Fujii dan anjingnya. Namun perkiraan saya salah.

Pacar Fujii memaksanya memperbaiki motor butut yang sudah dia diamkan selama empat tahun itu untuk pulang nanti karena motornya sangat berarti bagi si anjing. Fujii pun meng-iyakan meski dia tak yakin. Cerita pun berlanjut tentang perjuangan Fujii mencari cara untuk mengembalikan motornya. Banyak detail-detail membingungkan dan membosankan yang diceritakan tentang ini. Ibunya menelpon bahwa keadaan si anjing sedikit membaik, maka dari itu Fuji memutuskan untuk pulang minggu depan saat sepedanya benar-benar pulih. Dia tidak menyangka bahwa di saat sepedanya itu terlihat bisa dipakai lagi, begitu juga dengan keadaan si anjing. Saat sedang membersihkan karburator bersama pacarnya, dengan spontan Fujii melayangkan lamaran.

Fujii dan pacarnya memutuskan untuk tinggal bersama terlebih dahulu selama satu tahun, belajar untuk menghadapi pernikahan yang sebenarnya. Namun, baru beberapa bulan, keadaan pacarnya memburuk. Dia terlihat lemas dan terpaksa pulang ke kedua orang tuanya. Fujii merasa rumahnya kembali kosong seperti dulu.

Akankah pacarnya bertahan? Bagaimana dengan nasib si anjing selanjutnya?

Kecewa adalah satu-satunya hal yang saya bisa berikan untuk keseluruhan dari buku ini. Crying 100 Times adalah buku terjemahan jepang kedua yang saya baca setelah Her Sunny Side dari penerbit yang sama. Ekspektasi saya berpaku pada Her Sunny Side dan tentunya berharap yang satu ini akan lebih baik dan lebih unik : ) Cover yang dibuat oleh Dedy Andrianto ini memang sangat menarik dan manis. Dari gambar sepeda motor dan anjing yang ada di cover, saya mengira cerita ini akan fokus pada kedua hal tersebut. Namun saya salah. Memang di awal buku mengisahkan penyakit yang diderita si anjing dan apa hubungan sepeda itu dengannya. Saya sangat sangat tersentuh dan sudah menyiapkan tissue jika cerita ini berjalan semakin tragis.

Ternyata semua dugaan itu salah. Bahkan menurut saya judul Crying 100 Times tidak cocok dengan ceritanya. Bahkan kalau bisa, saya akan meminta penulisnya untuk meletakkan awal cerita sebagai endingnya saja. Saya sama sekali tidak mengerti dimana fokus ceritanya; hubungan Fujii-pacarnya atau Fujii-si anjing? Kalau memang ceritanya berfokus pada kisah asmara Fujii, seharusnya desain covernya tidak seperti itu.


Gambar kiri adalah cover novel yang asli dan yang kanan adalah cover filmnya.

Berdasarkan cover yang dikeluarkan oleh Jepang (novel maupun filmnya), saya menganggap bahwa cerita ini berfokus pada Fujii dan pacarnya yang mengidap kanker. Di lihat dari sudut ini pun, saya tetap tidak suka karena penulis tidak bisa membawa pembaca untuk seakan-akan mengalaminya. Baru separuh halaman saja, saya ingin sekali meletakkan buku ini. Bagi saya pribadi, buku ini bagus namun seperti tidak ada 'jiwa'nya. Cerita dimana Fujii menangis meratapi nasibnya selama berbulan-bulan sama sekali tidak mengharukan. Padahal saat saya memegang buku ini, saya sangat berharap akan menangis, bukan mengangkat sebelah alis saya. Saat pertemuan pertama Fujii dan pacarnya pun sangat aneh. Saya sempat 'lho lho ini apa-apan?' Kalau misalnya si pacar langsung mengiyakan ajakan Fujii untuk menjadi pacarnya karena memang langsung klik, harusnya ya jangan dituliskan seperti itu saja dong.

Atau ini ada hubungannya dengan penerjemah? Wah, saya kurang tahu lah. Penulisannya pun terasa kaku. Ada satu kata yang sepertinya tidak wajar untuk dijadikan terjemahannya, tapi saya lupa di halaman yang mana. Saya sempat membaca ulang kalimat itu ke beberapa orang dan menanyakan apakah kalimat itu terdengar aneh, dan mereka menjawab iya dengan menunjukkan kata yang saya maksud tadi.

Pendapat ini saya ungkapkan sejujur-jujurnya tanpa ada keinginan untuk menjatuhkan salah satu pihak manapun : ) Saya berharap Penerbit Haru lebih selektif untuk memilih J-Lit berikutnya.

2 komentar:

  1. wah sama, ketika membaca buku ini juga saya sempat merasa bosan , tapi bahasa novel korea&jepang kayaknya berbeda ya? jepang lebih kaku, betul. hehe. konfliknya pun kurang, saya juga kecewa T-T

    ReplyDelete
  2. Setuju sama kakak tentang novel ini. Covernya menarik, tapi isinya kurang greget. Pas aku baca, ceritanya memang aneh. Seperti gak fokus mau kemana. Cuma ceritanya gak ketebak dan akhir ceritanya lumayan bagus sih, menurutku.

    ReplyDelete